Sabtu, 18 Maret 2017

Model Perpustakaan Digital

Berikut ini adalah beberapa model perpustakaan digital yang tengah berkembang hingga saat ini:

Model Rolands dan Bawden

   Berdasarkan model Rolands dan Bawden, model perpustakaan digital merupakan sebuah continuum (rentang berkelanjutan) dari perpustakaan biasa atau konvensional. Model Rolands dan Bawden ini menggambarkan perkembangan perpustakaan konvensional ke perpustakaan digital melalui beberapa tahapan, yaitu :
  • Perpustakaan konvensional, di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik, ruangan baca, meja referensi, dan sebagainya.
  • Perpustakaan elektronik, di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik, koleksi tercetak dan elektronik, ruangan baca, meja referensi, dan sebagainya.
  • Perpustakaan hibrida, yang di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik dan internet, koleksi tercetak dan elektronik serta digital, ruangan baca, meja referensi dan referensi maya, ruangan maya (virtual). Perpustakaan hibrida ini merupakan peralihan antara perpustakaan konvensional atau tradisional ke perpustakaan digital.
  • Perpustakaan digital, di dalamnya terdiri dari dengan atau tanpa lokasi fisik, koleksi digital, ruang dan referensi maya.
  • Perpustakaan maya, di dalamnya terdiri dari tanpa lokasi fisik, koleksi seluruhnya digital, ruang dan referensi maya.
   Dengan pembagian tersebut, apabila kita merujuk pada konsep perpustakaan digital, maka konsep perpustakaan hibrida dari Rolands dan Bawden cocok dengan konsep perpustakaan digital, namun jika melihat kategori keempat (perpustakaan digital) maka Rowands dan Bawden menganut konsep perpustakaan digital menurut Arms. Walaupun Rolands dan Bawden menggambarkan model perpustakaan seperti di atas, namun sebenarnya keduanya tidak mau terjebak pada perdebatan tentang bentuk atau lokasi. Keduanya  lebih berkonsentrasi pada proses, yaitu rencana, implementasi dan evaluasi. 

  Ada dua hal penting dalam model Rolands dan Bawden yang disebutnya sebagai conceptual framework, yaitu dunia pemikiran (ide) dan dunia praktik. Di antara dua dunia ini dihubungkan oleh teknologi. Dunia ide memunculkan ranah system (menyangkut interaksi manusia-komputer, perangkat lunak dan sistem arsitektur), ranah informasional (menyangkut organisasi pengetahuan, simpan-temu-kembali pengetahuan, dan implikasi bagi proses transfer informasi) serta ranah social (menyangkut keterampilan dan keberaksaraan informasi, dampak pada organisasi dan kegiatannya, kebijakan, peraturan dan perundangan tentang informasi). Maksudnya adalah, keseluruhan kegiatan perpustakaan sebenarnya merupakan upaya menerapkan teknologi, khususnya teknologi informasi, di berbagai bidang kehidupan. Dalam hal ini, buku juga sebuah teknologi informasi, tetapi menggunakan mesin cetak (kecuali jika namanya buku elektronik). Sehingga seandainya sekarang kita bicara tentang perpustakaan digital, maka persoalan yang kita hadapi tetap serupa dengan saat pada pendahulu kita bicara tentang perpustakaan berkoleksi daun lontar, perpustakaan kertas, atau perpustakaan video, yaitu bahwa perpustakaan adalah sebuah upaya menghimpun dan menerapkan ide manusia ke dalam praktik dengan menggunakan teknologi informasi.

   Kesimpulannya adalah ketiga ranah tersebut terjadi pada semua perpustakaan karena memang hampir sulit menemukan perpustakaan yang tidak menggunakan perangkat komputer. Rolands dan Bawden memang tidak membedakan secara jelas antara perpustakaan hibrida dengan perpustakaan digital. Berdasarkan uraian di atas maka berikut ini merupakan alasan dari Rolands dan Bawden mengapa mereka tidak ingin meninggalkan konsep kepustakawanan konvensional yang juga berperan dalam membangun konsep perpustakaan digital :
  • Antara dunia praktik dengan dunia pikiran tidak bisa dipisahkan, dan di antara kedua dunia ini ada teknologi yang menyertainya, sementara yang dimaksud perpustakaan hibrida menurut Rowlands dan Bawden adalah masih dipertahankannya gedung, lokasi fisik dan internet, koleksi tercetak dan elektronik dan digital, ruangan baca, meja referensi dan referensi maya serta ruang maya (virtual).
  • Ternyata Rowlands dan Bawden masih mempertahankan konsep kepustakawanan (tentang fungsi perpustakaan) yang menyangkut tiga pilar utama, yaitu ranah social, ranah informasional dan ranah system.
  • Teknologi menurut keduanya lebih dijadikan komponen pendukung dunia praktek, walaupun saat ini teknologi tidak bisa ditinggalkan perpustakaan.

Model DELOS

Model DELOS menggambarkan perpustakaan digital sebagai  kerangka dengan tiga pilar, yaitu:
  1. Digital library system(DLS) sebagai sebuah system perangkat lunak. Untuk membangun perpustakaan digital diperlukan sebuah perangkat lunak yang fungsional yang disebut dengan aplikasi.
  2. Digital library management system (DLMS). Untuk membuat sebuah aplikasi seperti DLS di atas, diperlukan sistem perangkat lunak induk yang dalam model DELOS ini disebut sebagai Digital Library Management System atau sistem manajemen perpustakaan digital. DLMS tergolong sebagai perangkat lunak system. Saat ini perangkat lunak yang ditawarkan baik secara gratis maupun semigratis antara lain DSpace, Greenstone, Fedora, Koha, dan sebagainya.
  3. Digital library(DL) sebagai sebuah organisasi, menurut DELOS organisasi ini dapat berbentuk virtual, dapat juga tidak. Yang dimaksud organisasi yang virtual adalah organisasi yang tidak punya kontak fisik dengan masyarakat penggunanya dalam  bentuk jasa wawan-muka (interface) sehingga pengguna tidak bisa meraba atau melakukan kontak fisik dengan perpustakaan (remote libraries). Hal-hal penting yang berkaitan dengan model perpustakaan digital DELOS adalah:

    • DELOS lebih menekankan organisasi secara substansial yaitu sebagai sebuah sistem manajerial.
    • Model DELOS lebih menekankan koleksi digital dengan tujuan untuk membedakan perpustakaan konvensional dan perpustakaan digital (tidak memasukkan koleksi yang tercetak.
    • Model DELOS lebih mengarahkan tujuan pembangunan digital yaitu untuk preservasi koleksi sehingga koleksi ini nantinya selalu fungsional.
    • Sekiranya masih ada koleksi yang non digital maka koleksi tersebut harus dikelola dengan berbantuan komputer untuk memastikan agar semua koleksi dapat berfungsi dengan baik untuk melayani keperluan masyarakat. Jadi model DELOS memandang penting konsep ketersediaan koleksi.

Model OAIS (Open Archival Information system)

   Model ini merupakan model pengarsipan (archival) dan menekankan pada fungsi pelestarian atau preservasi. Namun pengarsipan dan pelestarian di sini bukanlah hanya menyimpan, mengawetkan, atau mempertahankan bentuk, melainkan memastikan agar informasi selalu tersedia untuk dimanfaatkan selama mungkin. Model OAIS sesungguhnya hendak menegaskan bahwa fungsi sebuah perpustakaan digital adalah memastikan semua koleksi digital berada dalam status selalu tersedia.

   Menurut model OAIS inti dari perpustakaan digital terletak pada kemampuan teknologi dalam menjamin ketersediaan dan kebergunaan semua koleksi dalam rentang waktu yang lama, bahkan kalau perlu selama-lamanya selama listrik masih ada. Menurut model OAIS, sebagai sebuah organisasi, perpustakaan digital memiliki tiga bagian atau unsure yang saling berkaitan yaitu:
  • lingkungan luar atau eksternal tempat sebuah OAIS berkegiatan. Di lingkungan ini terdapat komponen produsen, konsumen, dan manajemen.
  • Lingkungan dalam atau internal yang berisi perangkat, komponen-komponen fungsional, dan mekanisme keja OAIS untuk menyelenggarakan kegiatan pelestarian.
  • Paket informasi dan objek yang dicerna (ingested), dikelola (managed), dan disebarkan (disseminated).
   Berdasarkan uraian tentang model perpustakaan digital di atas maka Apapun modelnya, dari ketiga model yang telah disebutkan sebenarnya sama, yaitu bahwa perpustakaan digital dibangun dalam rangka menciptakan, menghimpun, mengolah dan menyajikan dan melestarikan rekaman-rekaman informasi berbantuan teknologi  serta jaringan informasi dengan tujuan untuk kemudahan akses dan pendayagunaan bersama sumber informasi.


Referensi:

  • Arms, W.Y. (2001).  Digital Libraries, Cambridge, Massachusetts.
  • Putu Laxman. (2008).  Perpustakaan Digital dari A – Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
  • Putu Laxman. (2009). Perpustakaan Digital: Kesinambungan & Dinamika. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri.
  • Witten, Ian H., Bainbridge, David and  Nichols, David M. (2010). How to Build a Digital Library, 2nd ed., Amsterdam: Elsevier.


1 komentar:

  1. Perpustakaan hybrid ada di dalam ranah terpisah tetapi selalu terkait dengan perpustakaan digital maupun konvensional.

    BalasHapus